Kurikulum Pendidikan Indonesia Dari Masa Ke Masa || Hend ardiansyah

Perubahan kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia adalah dengan niatan untuk memperbaiki sistem pendidikan, meskipun pada kenyataannya setiap kurikulum pasti memiliki kekurangan dan kelebihan



Pada dasarnya, perubahan kurikulum bisa dilakukan dengan dua cara, yakni dengan mengganti beberapa komponen di dalam kurikulum atau mengganti secara keseluruhan komponen-komponen kurikulum. Di indonesia semenjak pasca kemerdekaan tercatat sembilan kali perubahan kurikulum. Kurikulum pertama mulai pada tahun 1947 sampai dengan 1994 namun kurikulum ini bersifat sentralistik. Ketika penerapan kurikulum KBK dan KTSP mulai diberlakukan kurikulum yang desentralistik dimana sekolah mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan kurukulum masing-masing sesuai dengan kebutuhan pendidikan.

Setidaknya ada tiga konsep tentang kurikulum 2013, yaitu kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem dan kurikulum sebagai studi. Kurikulum sebagai substansi adalah konsep yang tidak jauh beda dengan kurikulum sebelumnya, namun kurikulum 2013 lebih bertumpu pada kualitas guru sebagai impelementator ketika merencanakan program pembelajaran, melaksanakan pembelajaran serta menialai atau mengevaluasi hasil pembelajaran, sebagai sistem kurikulum ini dapat dipastikan mengalami perubahan dari kosep kurikulum sebelumnya, sebab wacana pergantian kurikulum dalam dunia pendidikan merupakan hal yang wajar dan dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pendidikan namun, dalam menentukan sistem yang baru diharapkan pembuat kebijakan (pemerintah) tidak asal berubah tanpa menentukan kerangka, konsep dasar maupun landasan filosofis yang mengaturnya, sedangkan sebagai bidang studi meruapakan suatu bidang kajian yang dilakukan oleh ahli kurikulum dn ahli pendidikan dengan tujuan untuk mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Jika dianalisa dari berbagai aspek tentu sudah sewajarnya menimbulkan pro dan kontra dari setiap perubahan kurikulum.

Sumber: www.eurekapendidikan.com
      Bicara kurikulum tentu semua pihak sepakat bahwa pembicaraan itu adalah soal kebijakan yang sangat strategis, karena semua perubahan kurikulum yang terjadi di indonesia merupakan rancangan pembelajaran yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran yang akan menentukan proses dan hasil sebuah pendidikan yang dilakukan.

Baca juga artikel " Memahami Masyarakat Bima Yang Rawan Konflik

     Dalam hal ini sekolah sebagai pelaksana pendidikan sangat berkepentingan dan tentu saja menjadi lahan utama yang akan terkena imbasnya, selain itu orang tua, masyarakat dan semua birokrasi juga mendapatkan langsung dari perubahan-perubahan kurikulum itu.

E. Mulyasa (2004: 13) mengungkapkan bhwa keberhasilan kurikulum harus melalui beberapa tahapan, diantaranya adalah: Adanya sosialisasi yang menyeluruh, Lingkungan yang kondusi, Mengembangkan fasilitas dan sumber belajar, Memupuk dan selalu mengembangkan kemandirian sekolah, Meluruskan paradigma ( pola pikir ) guru, Memberdayakan semua tenaga kependidikan

Hamalik, (2000: 19-23) dalam pengembangan kurikulum harus berdasarkan pada faktor-faktor:
  1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan dasar untuk merumuskan ujuan instruksional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumusskan tujuan kurikulum satuan pendidikan
  2. Sosial, budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat
  3. Perkembangan peserta didik yang menunjuk pada perkembangan peserta didik
  4. Keadaan lingkungan
  5. Kebutuhan pembangunan
  6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusian serta budaya bangsa.
A. Kurikulum 1947

       Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: 
  • Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, 
  • Garis-garis besar pengajaran.

      Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

B. Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952
      Pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

        Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali, seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Pada masa itu juga dibentuk kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah Rendah 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

C. Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964
    Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilann, dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

D. Kurikulum 1968
      Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni dilakukan perubahan struktur kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.  Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis yaitu mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

E. Kurikulum Periode 1975
      Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum (TIU), Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

F. Kurikulum 1984, Kurikulum 1975 yang Disempurnakan
       Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.

Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan.

G. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
       Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
                                                               

     Pada kurikulum 1994 perpaduan tujuan dan proses belum berhasil karena beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kehadiran Suplemen Kurikulum 1999  lebih pada menambal sejumlah materi.

Semoga bermanfaat untuk semua " TeamWork212 "


Artikel Terkait

Kurikulum Pendidikan Indonesia Dari Masa Ke Masa || Hend ardiansyah
4/ 5
Oleh
Dapatkan Update Artikel via Email!
emoticon
Dapatkan update setiap artikel terbaru otomatis dikirim ke email dengan memasukan email Anda disini!!
Delivered by Feedburner

No Comment